Interaksi Sosial Islam - Interaksi Sosial Islam
Konsep Interaksi
Sosial Menurut Islam
Interaksi Sosial berarti hubungan dinamis antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan
kelompok. Bentuknya seperti kerja sama, persaingan, pertikaian, tolong-menolong
dan Gotong-royong. Soerjono Soekanto mengatakan Interaksi sosial adalah kunci
dari seluruh kehidupan sosial, oleh karena itu tanpa interaksi sosial tidak
akan mungkin terjadi kehidupan bersama. Interaksi terjadi antara
orang-perorangan, kelompok dengan kelompok, dan individu dengan kelompok.
Dalam Islam, Interaksi Sosial disebut dengan istilah
hablum minannaasi (hubungan dengan sesama manusia), pengertiannya juga tidak
berbeda dengan pengertian interaksi sosial diatas, yaitu hubungan dengan
individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Contohnya, saling
sapa, berjabat tangan, silaturrahim, solidaritas sosial, ukwah islamiah dan lain-lain. Interaksi sosial tidak hanya
terjadi dikalangan komunitas atau suatu kelompokya saja tetapi juga diluar
komunitasnya.
Etika Interaksi Sosial Dalam Islam
Dalam melakukan
interaksi sosial harus ada etika yang dibangun sehingga interaksi itu tetap
harmonis, kondusif dan tidak terputus. Berkaitan dengan hal tersebut, Islam
menjelaskan beberapa etika tersebut, antara lain, :
1.
Tidak boleh saling memfitnah. Perbuatan fitnah itu dilarang
dalam ajaran Islam karena bertentangan dengan kenyataannya. Dalam kehidupan
sosial ditemukan beberapa bentuk fitnah, yaitu fitnah terhadap harta, anak,
keluarga, dan jabatan bahkan perilaku tersebut cukup sulit dihindari oleh
sebahagian masyarakat. Dari segi pergaulan sosial fitnah itu cukup merugikan
orang lain dan dampaknya dapat menimbulkan permusuhan, kebencian, dendam dan
terputusnya hubungan silaturrahim.
2.
Tidak boleh menghina atau menghujat sesama muslim.
Perilaku tersebut dewasa ini cukup mudah ditemukan dalam kehidupan sosial.
Orang begitu mudah tersinggung, menghina, menghujat tanpa alasan yang jelas.
Dampaknya, yakni sering terjadi permusuhan, kebencian, bahkan juga pertengkaran
sesama muslim yang pada akhirnya mengganggu ukhwah islamiyah.
3.
Tidak dibenarkan berburuk sangka kepada orang lain
(suuzzan). Karena tetangga, teman dan pegawai kantoran membangun rumah mewah,
menduduki jabatan terhormat, punya harta, maupun mobil sering menimbulkan buruk
sangka di masyarakat. Dalam Islam, sifat buruk sangka tidak dibenarkan dan
termasuk kedalam kategori akhlak al-mazmumah (akhlak tercela).
4.
Bersikap jujur dan adil. Dalam kehidupan sosial tidak
dibenarkan penuh dengan kebohongan dan ketiadakadilan karena dapat merugikan
pribadi, keluarga, masyrakat bahkan merugikan negara. Pemimpin yang jujur dan
adil akan dihormati, dicintai oleh rakyat dan diteladani kepemimpinannya.
Tetapi apabila pemimpin tidak jujur dan tidak adil maka aka dihina masyarakat,
dan tidak dihormati.
5.
Bersifat tawaduk
atau merendah diri. salah satu sikap yang dibangun dalam interaksi
sosial tidak dibenarkan bersifat sombong karena haratnya, jabatan dan status
sosial.
6.
Berakhlak mulia. Bustanuddin Agus mengatakan bahwa
sesorang yang berakhlak mulia akan mengantarkan bangsa itu menjadi baik dan
dihormati dalam hubungan intersansional. Tetapi apabila masyarakat dan
bangsanya tidak berakhlak mulia maka bangsa itu tidak dihormati dan mengalami
kehancuran. Perilaku atau berakhlak tidaklah cukup sebatas ungkapan tetapi
harus dalam perilaku nyata. Berkaitan dengan soal akhlak itu, Asmaran
mengatakan berakhlak mulia merupakan azas kebahagiaan, keselarasan, keserasian
dan keseimbangan hubungan anatara sesama manusia, baik pribadi maupun dengan
lingkungannya.
Comments
Post a Comment