Problem Dakwah Di Indonesia - Problem Dakwah Masa Kini - Problem Dakwah Dan Solusinya
Problematika
dakwah yang mengemuka dalam realitas perjalanan dakwah pada umumnya, dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu problematika internal dan problemtika
eksternal.
1. Problematika Internal
Secara umum
problematika internal dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok besar pertama
pada dataran proses dakwah yang selalu berkelindan antara kelemahan pemahaman
konsep-konsep agama sebagai substansi dakwah oleh para da’i, metode-metode yang
dipakai dan kualitas da’i itu sendiri. Kedua, pada dataran kelembagaan dakwah
yang kurang profesional dalam aspek menejementalnya.
Sebenarnya Islam datang
dengan tatanan konsep betul-betul revolusioner pada aspek diterministik (tauqifi). Misalnya dengan
datangnya konsepsi tauhid, penghapusan perbudakan, pelarangan riba, pelanggaran
judi, pelarangan mabuk-mabukkan yang pada saat itu telah menjadi kebiasaan
bahkan budaya, dan sangat fleksibel. Akan tetapi ternyata pada aspek kedua ini
terkadang dan bahkan sering dipahami telah mencapai titik final dan merupakan
produk hukum Tuhan. Produk hukum ini diyakini sebagai sesuatu yang sakral,
melangit dan tabu sehingga tak dapat diraih untuk diadakan modifikasi positif
sesuai dengan sosio, budaya, dan struktural masyarakat. Akibatnya, yang
disampaikan menjadi mengawang, tidak realistis, dan tidak fungsional. Kelemahan
yang cukup mempengaruhi perjalanan dakwah lain adalah adanya pemahaman yang
terlalu tekstual terhadap berbagai substansi ajaran Islam karena menangkap
hanya sebatas legal spesifiknya, akibatnya tidak dapat mengetahui makna
essensial yang terkandung di balik semua itu yang pada gilirannya tidak dapat
memberikan kepada masyarakat seperti apa yang menjadi kebutuhan psikologinya.
Problematika internal kedua adalah terletak pada lemahnya menejemen yang
diterapkan organisasi-organisasi dakwah. Organisasi dakwah sering diasumsikan
sebagai organisasi tempat berkumpulnya para da’i dan hanya membaca alif dan ba
dan kurang mampu mengantisipasi situasi dan suasana psikologis terlebih untuk
mengola secara menejemental. Apa yang terjadi dengan masyarakat yang sudah dua
hari tidak makan jika hanya diberikan fatwa agar tetap melakukan shalat, puasa,
dan terus-terusan bersabar. Untuk itu organisasi dakwah yang ideal adalah
organisasi yang bisa menampung dari seluruh potensi yang ada (multidispliner)
sehingga akumulasi ini akan membuat akulturasi dakwah efektif dan efisien.
2. Problematika Eksternal
Problematika eksternal
adalah problematika lajunya perubahan sosial yang dikomandai oleh ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek). Iptek sebagai chalange
elah menunjukkan secara pasti adanya perubahan besar dalam berfikir dan
bergesernya mitos-mitos lama menuju wawasan baru. Perubahan pola pikir ini
menurut Sutan Takdir Ali Syahbana disebut ” Budaya Progresif” yaitu budaya yang
lebih mementingkan aspek rasionalitas sebagai dewa baru ketimbang aspek budaya
ekspresif sebagai gejala utama dalam menyikapi gejala-gejala kemanusiaan dan
peradaban.
Konsekuensi dari
progresifisme budaya ini muncul persoalan, yaitu: Pertama, sinkritisme baru
dalam agama. Kalau dalam sinkritisme dulu dapat dilihat secara nyata, misalnya:
dalam kreasi budaya sesaji di Jawa, menabur bunga di laut ketika ada bahaya (di
Sumatra, dan jenis-jenis kreasi lainnya). Sementara sinkritisme bari ini telah
muncul dalam sosiologi, psikologi, dan scientism. Sehingga sentimen agama
menyelip dalam sinkritesme baru tersebut. Kedua, munculnya arus informasi dan
globalisasi yang melintasi batas pengendalian yang merupakan masalah pelik
namun penting. Problemtika eksternal
kedua adalah melajunya sains dan teknolgi yang begitu cepat dan telah menggusur
hampir seluruh potensi rohaniah manusia. Sebagaimana diketahui, sejak munculnya
sains dan teknologi, etika, moral, akhlak menjadi tersisihkan yang pada akhirmya
menjerumuskan manusia pada kedangkalan hidup.
STRATEGI PENINGKATAN
DAKWAH
Sayyid Muhammad Nuh,
seorang cendikiawan Muslim Timur Tengah mengatakan dalam bukunya (telah
diterjemahkan) “Strategi Da’wah dan Pendidikan” ada dua belas strategi dalam
meningkatkan da’wah, yang kemudian dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk,
yaitu strategi internal dan strategi eksternal.
1. Strategi Internal, yaitu strategi yang
mengarah pada diri seorang Muslim, yaitu:
a. Menjadikan hidup sebagai sarana da’wah
dan pendidikan islam.
b. Bersikap lemah lembut
c. Tidak tenggelam dalam hal-hal yang tidak
bermanfaat
d. Menjadikan ridha Allah SWT sebagai
tujuan
e. Sabar, teguh, tenang dan tidak
tergesa-gesa
2. Strategi Eksternal, yaitu strategi yang
lebih mengarah pada obyek da’wah dan wasilah-nya, yaitu:
a. Memperhatikan prioritas
Dalam berda’wah,
seorang Muslim harus mendahukan hal-hal yang lebih utama dan penting serta
memprioritaskan da’wah di suatu wilayah atas wilayah lainnya. Rasulullah SAW
sendiri memulai da’wahnyakepada kerabat dekatnya terlebih dahulu (Q.S.
Asy-Syuara’: 214).
b. Mengikuti tahapan-tahapan da’wah
Jaalan da’wah amat
panjang, maka seorang da’i harus mampu membagi langkah-langkah da’wahnya
menjadi beberapa tahap sesuai perlunya, mulai dari yang mudah hingga tahap yang
sulit. Dimulai dari tahap pemilihan dan pembangunan landasan da’wah, pembukaan
lahan, tahap berhadapan dengan objek da’wah dan tahap penguatan atau basis
da’wah, pemeliharaan dan seterusnya.
c. Memulai da’wah dengan meluruskan
pemahaman dan memperdalam kesadaran umat terhadap realitas
Pada dasarnya gerak
manusia memancar dari pandangan yang dimilikinya. Jika pandangannya benar maka
gerakannya akan benar dan sebaliknya. Maka meluruskan pemahaman sangat penting
agar benar dalam melihat realita.
d. Menyampaikan da’wah melalui pemahaman dan praktik
yang menyeluruh, sinergis dan seimbang (ada ketauladanan)
Manusia harus dipandang
secara menyeluruh sebagai akal, fisik dan hati. Tidak ada dari ketiga aspek
tersebut yang lebih menonjol ataupun saling menjatuhkan.
e. Memadukan orisinilitas dan kekinian
Menyampaikan da’wah
harus berpangka pada orisinilitas, yaitu tetap berpegang pada nilai-nilai dasar
islam disamping juga pada nilai kekinian, yaitu menyerap hasil-hasil teknologi
peradaban modern dalam setiap aspek kehidupan asalkan tidak bertentangan dengan
nilai-nilai dasar Islam. Contohnya, ketika Rasulullah SAW menerima pemikiran
Salman al-Farisi tentang pembuatan parit dalam peristiwa perang khandaq.
f. Memahami dan menggunakan hukum sosial
Ada beberapa hukum
sosial yang berlaku di masyarakat dan harus difahami dalam menyampaikan da’wah,
seperti:
·
Heterogenitas
pemikiran dan pendapat
·
Etika
dalam berdialog
g. Menyeimbangkan da’wah dengan pendidikan
Antara da’wah dan
pendidikan harus dilaksanakan secara seimbang karena da’wah berguna untuk
memberikan petunjuk kepada generasi umat yang tersesat agar menjadi orang yang
menjalankan ajaran islam secara kaffah, sedangkan pendidikan berguna untuk
membekali para da’i dengan ilmu agar bisa mengajarkan, mengajak dan menuntun
umat dalam memperkuat ajaran islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Umar, Husssein dkk. 2007. Da’wah
Mencermati Peluang Dan Problematikannya. Jakarta: STID Mohammad Natsir Press.
Munir, Samsul Amin. 2008.
Rekontruksi Pemikiran Dakwah Islam. Jakarta: Amzah.
Comments
Post a Comment