Metode Dakwah Adalah - Metode Dakwah Bil Hal - Metode Dakwah Bil Hikmah - Metode Dakwah Al Mujadalah
METODOLOGI DAKWAH ISLAM
A.
Arti
Metode Dakwah
Menurut bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta” melalui
dan “hodos” (jalan, cara).[1] Dengan demikian dapat diartikan bahwa metode adalah cara atau
jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber lain menyebutkan
bahwa metode berasal dari bahasa jerman methodica, artinya ajaran
tentang metode. Dalam bahasa yunani berasal dari kata methodos artinya
jalan, yang dalam bahasa Arab disebut thariq. Metode berarti cara yang
telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud.
Sedangkan arti dakwah menurut pandangan beberapa pakar atau ilmuwan
adalah sebagai berikut:
1.
Pendapat
Bakhil Khauli, dakwah adalah satu proses menghidupkan peraturan-peraturan Islam
dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan lain.
2.
Pendapat
Syekh Ali Mahfudz, dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan
dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari
perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendapat
ini juga selaras dengan pendapat al-Ghazali bahwa amr ma’ruf munkar adalah inti
gerakan dakwah dan penggerak dalam dinamika masyarakat islam.
Dari pendapat tersebut diambil pengertian bahwa, metode dakwah
adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada
mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.
B.
Bentuk-Bentuk
Metode Dakwah
“Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (an-Nahl: 125)
Dari ayat tersebut dapat diambil pemahaman bahwa metode dakwah itu
meliputi tiga cakupan:
1.
Al-hikmah
a.
Pengertian
bi al Hikmah
Kata hikmah bentuk masdarnya adalah “hukman” yang diartikan secara
makna artinya adalah mencegah. Jika dikaitkan dari hukum berarti mencegah
hal-hal yang kurang relevan dalam melaksanakan dakwah.
Prof. DR. Toha Yahya Umar, M. A., menyatakan bahwa Hikmah berarti
meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan berpikir, berusaha menyusun dan
mengatur dengan cara yang sesuai keadaan zaman dengan tidak bertentangan dengan
larangan Tuhan.
Al-Hikmah diartikan pula sebagai al-adl (keadilan), al-haq
(kebenaran), al-hilm (ketabahan), al-ilm (pengetahuan), dan an-Nubuwwah
(kenabian). Disamping itu al-hikmah juga diartikan sebagai menempatkan sesuatu
pada proporsinya.
Sebagai metode dakwah, al-Hikmah diartikan bijaksana, akal budi
yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, dan menarik perhatian orang
kepada agama atau Tuhan.
b.
Hikmah
dalam dakwah
Dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan, strata
sosial, dan latar belakang budaya, para da’i memerlukan hikmah, sehingga ajaran
Islam mampu memasuki ruang hati para mad’u dengan tepat. Oleh karena itu, para
da’i dituntut untuk mampu mengerti dan memahami sekaligus memanfaatkan latar
belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima dirasakan sebagai sesuatu yang
menyentuh dan menyejukkan hatinya.
2.
Al-Mau’idza
Al-Hasanah
Terminologi mau’izhah hasanah dalam perspektif dakwah sangat
popular, bahkan dalam acara-acara seremonial keagamaan (baca: dakwah atau
tabligh) seperti Maulid Nabi dan Isra’ Mi’raj, istilah mau’izhah hasanah
mendapat porsi khusus dengan sebutan “acara yang ditunggu-tunggu” yang
merupakan inti acara dan biasanya menjadi slaah satu terget keberhasilan sebuah
acara. Namun demikian agar tidak menjadi kesalahpahaman, maka akan dijelaskan
pengertian mau’izhah hasanah.
Secara bahasa, mau’izhah hasanah terdiri dari dua kata,
yaitu mau’izhah dan hasanah. Kata mau’izhah berasal dari
kata wa’adza ya’idzu-wa’dzan-idzatan yang berarti: nasihat-nasihat, bimbingan,
pendidikan dan peringatan, sementara hasanah merupakan kebalikan dari
sayyi’ah yang artinya kebaikan lawannya keburukkan.
Dari beberapa definisi diatas, mau’izhah hasanah tersebut
bisa diklasifikasikan dalam beberapa bentuk:
a.
Nasihat
atau petuah
b.
Bimbingan,
pengajaran (pendidikan)
c.
Kisah-kisah
d.
Kabar
gembira dan peringatan (al-basyir dan al-nadzir)
e.
Wasiat
(pesan-pesan positif)
3.
Al-Mujadalah
bi al-al-lati Hiya Ahsan
Dari segi etimologi lafazh mujadalah dari kata “jadala” yang
bermakna memintal, melilit. Kata “jadala” dapat bermakna menarik tali, mengikatnya
guna menguatkan sesuatu. Orang yang debat bagaikan menarik dengan ucapan untuk
meyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang
disampaikan.
“Berbantahan dengan baik yaitu dengan jalan yang
sebaik-baiknyadalam bermujadalah, natara lain dengan perkataan yang lunak,
lemah lembut, tidak dengan ucapan yang kasar atau dengan mempergunakan sesuatu
atau perkataan yang bisa menyadarkan hati, dan menerangi akl pikiran, ini
meupakan penolakan bagi orang yang enggan melakukan perdebatan dalam agama”.
C.
Sumber
Metode Dakwah
1.
Al-Qur’an
Di dalam Al-Qur’an banyak sekali
ayat yang membahas tentang masalah dakwah. Diantara ayat-ayat tersebut ada yang
berhubungan dengan kisah para rasul dalam menghadapi umatnya.
2.
Sunnah
Rasul
Di dalam sunnah rasul banyak kita
temui hadis-hadis yang berkaitan dengan dakwah. Begitu juga dalam sejarah hidup
dan perjuangannya dan cara-cara yang beliau pakai dalam menyiarkan dakwahnya
baik ketika beliau berjuang di Makkah maupun di Madinah.
Setelah kita
mengetahui sumber-sumber metode dakwah sudah sepantasnya kita menjadikannya
sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitas dakwah yang harus disesuaikan
dengan kondisi dan situasi yang sedang terjadi.
Comments
Post a Comment